PT Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis jumlah emiten mencapai 501 perusahaan pada akhir semester I-2014 dari saat ini 494 perusahaan. Setidaknya ada tujuh perusahaan yang sedang memproses penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham dan bersiap mencatatkan saham (listing) di bursa sebelum akhir Juni. “Kami yakin jumlah 500 emiten akan tercapai, bahkan terlampaui pada akhir Juni.
Saat ini, ada tujuh perusahaan pipeline yang tengah memproses IPO dan siap listing di BEI,” ujar Direktur Pengembangan BEI Friderica Widyasari Dewi usai memberikan pelatihan pasar modal wartawan Beritasatu Media Holdings di Jakarta, Sabtu (3/5). Berdasarkan catatan Investor Daily, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memproses rencana IPO tujuh perusahaan. IPO akan digelar pada semester I- 2014. Jika tujuh perusahaan itu listing pada semester I, berarti jumlah emiten di BEI akan mencapai 501 perusahaan. Khusus selama semester I-2014 saja terdapat 17 emiten baru.
Tujuh calon emiten itu adalah PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo, PT Link Net, PT Magna Finance, PT Chitose International Manufacturing, PT Batavia Prosperindo Internasional, PT Sitara Propertindo, dan PT Blue Bird. Dwi Aneka Jaya Kemasindo berencana melepas 1 miliar saham, Link Net 304,26 juta saham, Magna Finance 7 miliar saham, Chitose International 300 juta saham, dan Blue Bird akan melepas 531,4 juta saham. BEI tahun ini menargetkan tambahan 30 emiten baru. Target itu sama dengan tahun sebelumnya. Tahun lalu, realisasi emiten baru melebihi target, yakni mencapai 31 perusahaan.
Menurut Friderica, otoritas bursa terus mendorong perusahaan nasional untuk mencatatkan sahamnya di bursa seiring target kapitalisasi pasar (market capitalization) saham senilai Rp 7.500 triliun di bursa domestik. Kiki mengungkapkan, seiring dengan terus bertambahnya jumlah emiten, BEI terus mendorong masyarakat agar berinvestasi di pasar saham. “Investasi saham lebih menjamin kesejahteraan dalam jangka menengah-panjang karena memberikan keuntungan terbaik dibandingkan investasi yang lain,” tutur dia.
Untuk merangsang minat investasi masyarakat, kata Kiki, BEI telah mengeluarkan berbagai kemudahan, di antaranya menurunkan ketentuan satu lot menjadi 100 saham dari sebelumnya 500 saham agar lebih menarik bagi investor ritel. Dia menjelaskan, investasi saham akan menjamin aset yang dimiliki seseorang atau lembaga terus berkembang di atas inflasi yang selalu terjadi setiap tahun. Data bursa menunjukkan, pada periode 2006-2013, pengembalian investasi (return) saham mencapai 25,6% per tahun, dengan memperhitungkan inflasi rata-rata 6,2%. Return saham lebih tinggi dibandingkan tabungan yang hanya 2,5%, deposito 7,4%, emas 12,9%, dan obligasi pemerintah 8,8%.
Indeks MSCI
Friderica menuturkan, investasi saham di Indonesia sangat menguntungkan karena memberikan return yang tinggi, sehingga menjadi salah satu pilihan paling menarik bagi investor asing. Hal itu juga terkonfirmasi oleh data perbandingan indeks investasi
Morgan Stanley Capital International (
MSCI) yang berisi 30 saham. Data tersebut menyebutkan, nilai indeks MSCI Indonesia mencapai US$ 442,84 dalam 10 tahun dari 2004 hingga 2014 yang berakhir pada pengujung pekan lalu. Nilai tersebut sekitar tiga kali lipat dibandingkan indeks investasi MSCI World (global) yang rata-rata US$ 152,88. Indeks MSCI Indonesia juga masih lebih baik dibandingkan
investasi emas (
Gold Bullion) yang mencapai US$ 313,68. “Investasi saham di Indonesia itu sangat menguntungkan,” tandas dia.
Kiki mengemukakan, pasar saham di Indonesia terus berkembang seiring perekonomian nasional yang bertumbuh 5%-7% per tahun, sehingga menambah jumlah kelas menengah sebagai calon investor baru. Badan Pusat Statistik (BPS) dan McKinsey Global Institute memproyeksikan pada 2030 jumlah penduduk Indonesia bertambah menjadi 280 juta jiwa. Dari jumlah itu, menurut Kiki, jumlah kelas menengah pada 2030 bertambah menjadi 135 juta dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5-6% per tahun dari saat ini. Adapun, jika pertumbuhan ekonomi mencapai 7% per tahun, jumlah kelas menengah bakal bertambah menjadi 170 juta orang. Pada 2010, jumlah kelas menengah nasional mencapai 45 juta dari total 240 juta penduduk.